Kakalight.org. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Teknologi Alamiah Untuk Pengolahan Air Limbah Industri



TEKNOLOGI ALAMIAH UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI 

1. PENDAHULUAN 

Pemanfaatan tanah sebagai media pengolahan air limbah dikenal dengan pengolahan secara alamiah. Pengolahan secara alamiah diharapkan dapat lebih dikembangkan karena pengolahan jenis ini relatif lebih ekonomis dengan tujuan memanfaatkan potensi alam setempat. 

Telah banyak dilakukan penelitian yang memanfaatkan tanah sebagai bahan pengadsorpsi. Pada Tabel 1 ditunjukkan beberapa penelitian yang menggunakan tanah sebagai bahan pengadsorpsi terhadap beberapa polutan,
baik bahan organik maupun anorganik. 

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat dikembangkan suatu teknologi pengolahan air limbah yang memanfaatkan potensi alam yang dimiliki oleh tanah, yaitu potensi berlangsungnya proses fisik, fisik-kimiawi, dan biologis. Prosesproses tersebut mempunyai kemungkinan yang sangat besar dalam hal penurunan kadar bahan pencemar yang dibawa oleh air limbah. Proses yang akan dikaji pada makalah ini dibatasi pada proses fisik-kimiawi. 




Tabel 1 Adsorpsi polutan menggunakan tanah 
Sumber: Masduqi (2000

2. SIFAT REAKTIF TANAH 

Butiran tanah mempunyai ukuran bervariasi, dari fraksi kasar hingga sangat halus. Fraksi sangat halus (disebut lempung) mempunyai sifat reaktif pada bagian permukaan. Serangkaian proses yang terdiri atas reaksi-reaksi permukaan zat padat dengan zat pencemar, baik pada fasa cair maupun gas, disebut adsorpsi. Tiga tipe umum adsorpsi adalah adsorpsi fisik, kimiawi dan pertukaran. Adsorpsi fisik relatif tidak spesifik dan disebabkan oleh gaya tarik yang lemah atau gaya van der Waals antar molekul. Adsorpsi fisik biasanya berlangsung dapat balik. Adsorpsi kimiawi merupakan hasil dari gaya yang lebih kuat dengan membentuk senyawa kimia. Adsorpsi pertukaran adalah adsorpsi yang terjadi karena gaya tarik listrik antara adsorbat dan permukaan adsorben. Pertukaran ion termasuk dalam kelompok ini. 

Kemampuan adsorpsi pada tanah lempung disebabkan adanya muatan. Tanah lempung biasanya mengandung muatan elektronegatif. Muatan ini merupakan hasil dari satu atau lebih dari beberapa reaksi yang berbeda. Dua sumber utama asal usul muatan negatif ini adalah substitusi isomorfik dan disosiasi dari gugus hidroksil yang terbuka (Tan, 1991). Substitusi isomorfik dianggap sebagai sumber utama muatan negatif permanen karena tidak berubah dengan berubahnya pH. Keberadaan gugus OH pada tepi kristal atau pada bidang yang terbuka dapat juga menimbulkan muatan negatif. Khususnya pada pH tinggi, hidrogen dari hidroksil terurai sedikit dan permukaan lempung menjadi bermuatan negatif yang berasal ion oksigen. Muatan negatif tipe ini disebut muatan berubah-ubah atau muatan tergantung pH. 

Koloid tanah dapat juga menunjukkan muatan positif seperti halnya muatan negatif (Tan, 1991). Muatan positif memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran anion. Muatan tersebut berasal dari protonasi atau penambahan ion H+ ke gugus hidroksil. Mekanisme ini tergantung pada pH dan valensi dari ion logam. Pada koloid-koloid tanah tertentu dapat mempunyai muatan permukaan elektrik netral. Titik atau nilai pH ini disebut muatan titik nol (MTN) atau pHo. Pada nilai pH di atas pHo, koloid bermuatan negatif. Pada nilai pH di bawah pHo, koloid bermuatan positif. 

Ion H+ dan OH- adalah ion-ion penentu potensial dari antar permukaan yang dapat balik, jerapan proton menghasilkan permukaan bermuatan positif, sedangkan jerapan OH- menghasilkan muatan negatif. Reaksi ini dapat dijelaskan oleh hubungan berikut : 

- Al – OH0.5- + H+ ===== - Al – OH20.5 

Hubungan ini tentu tergantung pada pH, sedangkan pHo atau MTN untuk mempertahankan elektronetralitas, jumlah muatan positif harus sama dengan muatan negatif. 

3. HASIL PENELITIAN 

Pada makalah ini dijelaskan secara singkat hasil penelitian adsorpsi terhadap deterjen (Masduqi, 2000) dan fosfat (Masduqi, 2001) menggunakan tanah dari jenis mineral haloisit dari Mojokerto sebagai bahan pengadsorpsi. 

3.1. Adsorpsi Deterjen 

Percobaan adsorpsi dilakukan dengan aliran kontinyu melewati media tanah. Tanah yang digunakan adalah tanah lempung kasar yang dipanaskan 550oC selama 2 jam dan adsorpsi dilaksanakan pada pH 2,5. Pemilihan perlakuan ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan secara batch. Percobaan adsorpsi dilakukan secara kontinyu dalam suatu kolom adsorpsi berdiameter 35 mm. Tinggi adsorben adalah 200 mm atau berat lempung 200 gram. Terdapat tiga variasi debit aliran yang dilakukan dalam percobaan ini, yaitu 30; 60; dan 72 ml/jam atau kecepatan alirannya masing-masing 31,18; 62,36 dan 74,84 mm/jam. Percobaan berlangsung sekitar 60 jam untuk masing-masing debit aliran. Hasil percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 1. 

Adsorpsi dengan Aliran Kontinyu 

Gambar 1. Hasil percobaan adsorpsi aliran kontinyu 

Data diolah lebih lanjut dengan pemodelan adsorpsi aliran kontinyu menggunakan pendekatan model Bohart-Adams. Faktor penting dalam adsorpsi secara kontinyu adalah kecepatan aliran. Kecepatan aliran diperoleh dari perhitungan v = debit aliran (Q) dibagi dengan luas permukaan bed (A). Hasil perhitungan kecepatan aliran dan konsentrasi breakthrough (CB) dapat diperoleh pada Tabel 2 dengan anggapan CB = 0,4 Co. 

Tabel 2. Data dan Perhitungan untuk Model Kontinyu 

Hasil perhitungan pada Tabel 2 diplot dan diperoleh grafik model Bohart-Adams bentuk linier pada Gambar 2. 

Gambar 2 Grafik model Bohart-Adams 

Dari Gambar 2, diperoleh slope = 1074,7 dan intercept = -6,686 dengan koefisien determinasi (R2)=0,8192. Berdasarkan persamaan: 


koefisien model diperoleh sebagai berikut : 


Persamaan dasar model Bohart-Adams adalah: 



Jadi model Bohart-Adams yang diperoleh dari percobaan adsorpsi ini adalah : 

dalam hal ini Co dan CB adalah konsentrasi deterjen di inlet dan saat breakthrough, x adalah tinggi adsorben, v adalah kecepatan aliran, dan t adalah waktu adsorpsi. 

3.2. Adsorpsi Fosfat 

Adsorpsi fosfat pada penelitian ini menggunakan sampel buatan dan bahan pengadsorpsinya adalah tanah haloisit dengan variasi berat tanah 0,5, 1, 2, 4, dan 8 gram per 100 ml air. Percobaan dilakukan dengan pengadukan selama 96 jam. Pengambilan sampel dilakukan pada jam ke-2, 6, 12, 24, 48, 72, dan 96. Data yang diperoleh dari percobaan tersebut diolah untuk mendapatkan kapasitas adsorpsinya (x/m) untuk tiap berat tanah. 

Hubungan kapasitas adsorpsi dengan konsentrasi kesetimbangan dapat dinyatakan dalam persamaan matematis seperti pada Tabel 3. Hubungan kapasitas adsorpsi dengan waktu adsorpsi dapat dinyatakan dalam persamaan matematis seperti pada Tabel 4. 

Tabel 3 Persamaan Matematis Hubungan x/m dengan C 

Tabel 4 Persamaan Matematis Hubungan x/m dengan t 


Persamaan untuk menyatakan hubungan kapasitas adsorpsi dengan konsentrasi dan waktu adsorpsi adalah: 




Pengolahan data yang dilakukan menghasilkan nilai konstanta K, a dan b masing-masing 0,0349 mg/g, 0,7535, dan 0,4039. Dengan demikian persamaan matematis yang diperoleh adalah : 

Persamaan ini adalah model matematis yang dihasilkan dari percobaan. Gambar 3 menunjukkan model adsorpsi yang dibandingkan dengan data percobaan pada waktu dan berat tanah yang bervariasi. 
Gambar 3 Grafik model dan data untuk hubungan kapasitas adsorpsi dengankonsentrasi fosfat 

Model matematis (persamaan 3b) dan grafik model (gambar 3) yang diperoleh dari perhitungan ini dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dalam mendisain adsorpsi sistem batch. C adalah konsentrasi fosfat yang diharapkan setelah proses adsorpsi dan t adalah waktu kontak antara adsorben dan air limbah. 

Dengan memasukkan C dan t, maka diperoleh x/m yang merupakan perbandingan konsentrasi fosfat yang teradsorpsi ((Co-C), mg/l) dengan berat adsorben (m, gram) pada volume air limbah tertentu. Berat adsorben yang diperlukan dapat dihitung bila konsentrasi fosfat awal (Co) dan volume air limbah telah diketahui. 

Persamaan dan grafik di atas juga dapat digunakan untuk sistem kontinyu, yaitu dengan menghitung volume air terolah sama dengan debit pengolahan dikalikan dengan waktu operasi (service time). Dengan memasukkan faktor ini ke dalam persamaan (3b), maka waktu operasi (waktu terjadinya kejenuhan) dapat dihitung dengan persamaan: 

di mana t adalah waktu kontak air limbah dengan tanah (jam), dan m/Q adalah berat tanah tiap satuan debit air limbah. Berdasarkan persamaan (4), waktu jenuh dipengaruhi oleh konsentrasi fosfat awal dan konsentrasi fosfat akhir yang diharapkan, waktu kontak antara air limbah dengan tanah, dan parameter berat tanah tiap satuan debit. Luas lahan yang diperlukan untuk land treatment dapat dihitung berdasarkan waktu kontak yang direncanakan, yaitu berdasarkan waktu tercapainya kesetimbangan. Dengan memperhatikan hasil penelitian ini, maka sebaiknya direncanakan waktu kontak berkisar antara 12 hingga 24 jam. 


4. PENGOLAHAN SECARA ALAMIAH 

Terapan dari beberapa penelitian di atas adalah pengolaha di atas lahan (land treatment). Pada pengolahan ini, air limbah dialirkan di atas lahan secara terbuka. Air limbah akan mengalir di atas lahan atau meresap ke dalam tanah, maka terjadilah berbagai proses alamiah, yaitu proses fisika, fisik-kimiawi, maupun biologis 

Pengolahan alamiah sebenarnya sudah ada sejak abad ke-19 di Inggris. Namun, dengan berkembangnya teknologi pengolahan air limbah, pengolahan alamiah kurang mendapat perhatian. Di Indonesia, pengolahan alamiah telah lama ada, meskipun tanpa disadari hal itu sebagai salah satu bentuk pengolahan. 

Ide pengolahan air limbah secara alamiah bermula dari fakta bahwa dalam tanah terdapat banyak proses alamiah, seperti adsorpsi, pertukaran ion, presipitasi kimiawi, transfer gas, sedimentasi, filtrasi, biofiltrasi, biodegradasi, dan sebagainya. Proses tersebut mampu menurunkan kadar bahan-bahan yang umumnya terkandung dalam air limbah, sebagaimana hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas. Hal inilah yang mendasari perlunya mengangkat kembali pengolahan alamiah sebagai bentuk teknologi pengolahan air limbah terkini. 

Luas lahan yang diperlukan untuk pengolahan alamiah dapat diperkirakan dengan perhitungan matematisyang diperoleh berdasarkan penelitian. Dari penelitian dengan percobaan secara batch atau aliran kontinyu, dapat dihitung besarnya kebutuhan tanah untuk menyisihkan bahan pencemar tertentu. 

Kemungkinan yang bisa terjadi dengan penerapan sistem pengolahan secara alamiah adalah pencemaran air tanah oleh air limbah. Oleh karena itu perlu ada pemikiran lebih lanjut upaya pengendaliannya dan perlunya ditetapkan kriteria pemilihan lokasi. 

5. KESIMPULAN 

Sifat reaktif dari permukaan butiran tanah dapat dimanfaatkan sebagai media penghilang kandungan bahan pencemar dalam air limbah. Hal ini telah dibuktikan oleh kedua penelitian di atas dan banyak penelitian sebelumnya. Pemanfaatan tanah sebagai pengolah air limbah dapat diwujudkan berupa pengolahan alamiah dengan sistem land treatment. Banyaknya proses alamiah yang terjadi pada tanah memunculkan gagasan untuk mengangkat kembali pengolahan alamiah sebagai bentuk teknologi pengolahan air limbah terkini. 

DAFTAR ACUAN 

- Cooney, David O. (1998). Adsorption Design for Wastewater Treatment, Lewis Publishers, Boca Raton 

- Masduqi, Ali (2000). Kinetika Adsorpsi Deterjen L A S (Alkilbenzena Sulfonat Linier) Pada Tanah Lempung Dengan Sistem Batch. Tesis Magister Teknik Lingkungan ITB, Bandung 

- Masduqi, Ali (2001). Penyisihan Fosfat dalam Air Limbah dengan Proses Adsorpsi Mineral Tanah Haloisit Ngoro Mojokerto, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya 

- Masduqi, Ali (2002). Pemanfaatan Kolom Tanah Haloisit Aliran Kontinyu untuk Menyisihkan Fosfat dalam Air Limbah Rumah Tangga, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya 

- Mitchell, James K. (1993), Fundamentals of Soil Behavior, second edition, John Wiley & Sons, Inc. New York. 

- Tan, Kim H. (1991), Dasar-dasar Kimia Tanah, Penerjemah: Didiek H.G., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

1 comments:

Miliana mengatakan...

wah keren sekali yah teknologinya

contoh makanan yang diawetkan

Posting Komentar

ShareThis

\