Kakalight.org. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Energi Baru dan Terbarukan

Energi Baru dan Terbarukan


Sektor energi di Indonesia mengalami masalah serius, karena laju permintaan energi di dalam negeri melebihi pertumbuhan pasokan energi. Minyak mentah dan BBM sudah diimpor guna mengatasi permintaan yang melonjak dari tahun ke tahun sehingga ketahanan energi nasional rentan terhadap fluktuasi harga dan pasokan/permintaan minyak mentah dunia.



Energi Baru dan Terbarukan (EBT) harus mulai dikembangkan dan dikuasai sejak dini, dengan mengubah pola fikir (mind-set) bukan sekedar
sebagai energi altenatif dari bahan bakar fosil tetapi harus menjadi penyangga pasokan energi nasional dengan porsi EBT >17% pada tahun 2025 (Lampiran II Keppres no.5/2006 tentang Kebijakan Energi nasional) berupa biofuel >5%, panas bumi >5%, EBT lainnya >5%, dan batubara cair >2%, sementara energi lainnya masih tetap dipasok oleh minyak bumi <20%, Gas bumi >30% dan Batubara >33%. Pemerintah berkomitmen mencapai visi 25/25, yaitu pemanfaatan EBT 25% pada tahun 2025. 



Energi Minyak Bumi


Minyak merupakan sumber energi utama di Indonesia. Pemakaiannya terus meningkat baik untuk komoditas ekspor yang menghasilkan devisa maupun untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. 

Sementara cadangannya terbatas sehingga pengelolaannya harus dilakukan seefisien mungkin. Karena itu, ketergantungan akan minyak bumi untuk jangka panjang tidak dapat dipertahankan lagi sehingga perlu ditingkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. 

Energi baru dan terbarukan adalah energi yang pada umumnya sumber daya nonfosil yang dapat diperbarui atau bisa dikelola dengan baik, maka sumber dayanya tidak akan habis. 

Sumber energi yang termasuk dalam energi baru dan terbarukan antara lain energi panas bumi, energi air, energi surya, energi angin, energi biomassa/biogas, energi samudra, fuel cell (sel bahan bakar), dan energi nuklir. Tetapi, tulisan ini hanya akan menyoroti sebagian saja.

Hari ini kita dianjurkan habis-habisan oleh pemerintah untuk menghemat energi BBM, demi menyisakan energi dari minyak untuk anak cucu kita.Jika memang minyak benar-benar akan habis dalam beberapa puluh tahun lagi, mengapa sekarang cadangan minyak terus meningkat dan produksinya kian meroket ?

Tahu 1980-an OPEC memutuskan kuota produksi minyak didasarkan pada jumlah cadangan yang ada di negara masing-masing, semakin besar cadangannya maka semakin besar pula produksinya .BElakangan ini Arab Saudi melaporkan peningkatan cadangan minyak mentahnya sekitar 200 miliar barel. stok Minyak Saudi aman dan berlimpah , kata para pejabatnya. 

Ada juga laporan bahwa Rusia telah mengalami peningkatan yang jauh lebih besar pada cadangan minyaknya bahkan melampaui Arab Saudi. Mengapa Rusia mengumumkan hal ini jika Rusia percaya bahwa cadangan minyak adalah terbatas? tampak jelas bahwa Rusia telah siap dengan produksi minyak tak terbats di masa depan
Yang jelas ada kontradiksi besar antara teori keterbatasan minyak dengan fakta peningkatan cadangan minyak

Tampaknya bahwa setiap kali ada semacam krisis energi, OPEC selalu meningkatkan produksi . Alasannya mereka melakukannya untuk menurunkan harga, namun harga selalu naik karena mereka juga menyebarluaskan mitos bahwa mereka menguras beberapa cadangan terakhir untuk pasar. 

Bukti ilmiah juga sangat bertentangan dengan keterbatasan suplai minyak, baru-baru ini diperbarui dalam paper Ilmiah yang dimuat Dalam 'Energia' menunjukkan bahwa minyak adalah zat abiotik,dan bukanlah produk yang berasal dari materi biologis yang mengalami pembusukan berjuta-juta tahun lalu. Minyak, bukan sumber daya non-terbarukan. seperti batubara, dan gas alam, yang bisa terisi kembali dari sumber dalam perut bumi. 


Rusia berhasil membuktikan kalau minyak bumi ternyata bukan dari fosil dan dapat diperbaharui karena berasal dari lapisan magma lebih di kedalaman lebih dari 30,000 kaki dan tidak ditemukan lapisan organik.



Tidak kebetulan kemudian bahwa Rusia, yang memelopori penelitian ini kemudian melakukan serangkaian proyek penggalian minyak bumi dengan kedalaman yang lebih jauh lagi 30.000 meter


Energi Panas Bumi 
Sebagai daerah vulkanik, wilayah Indonesia sebagian besar kaya akan sumber energi panas bumi. Jalur gunung berapi membentang di Indonesia dari ujung Pulau Sumatera sepanjang Pulau Jawa, Bali, NTT, NTB menuju Kepulauan Banda, Halmahera, dan Pulau Sulawesi. Panjang jalur itu lebih dari 7.500 km dengan lebar berkisar 50-200 km dengan jumlah gunung api baik yang aktif maupun yang sudah tidak aktif berjumlah 150 buah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di sepanjang jalur itu, terdapat 217 daerah prospek panas bumi. 

Potensi energi panas bumi total adalah 19.658 MW dengan rincian di Pulau Jawa 8.100 MW, Pulau Sumatera 4.885 MW, dan sisanya tersebar di Pulau Sulawesi dan kepulauan lainnya. Sumber panas bumi yang sudah dimanfaatkan saat ini adalah 803 MW. Biasanya data energi panas bumi dapat dikelompokkan ke dalam data energi cadangan dan energi sumber. 

Biaya investasi ada dua macam, yang pertama biaya eksplorasi dan pengembangan sebesar 500-1.000 dollar AS/kW. Yang kedua, biaya pembangkit sebesar 1.500 dollar/kW (kapasitas 15 MW), 1.200 dollar/kW (kapasitas 30 MW), dan 910 dollar/kW (kapasitas 55 MW). Untuk biaya energi dari panas bumi adalah 3-5 sen/kWh. 

Jawa Barat memiliki potensi sumber daya alarn panas bumi yang luar biasa besar dan merupakan yang terbesar di Indonesia. Potensi panas bumi di Jawa Barat mencapai 5411 MW atau 20% dari total potensi yang dimiliki Indonesia. Sebagian potensi panas bumi tersebut bahkan telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik seperti:



PI-TP Kamojang di dekat Garut, memiliki unit 1, 2, 3 dengan kapasitas total 140 MW. Potensi yang masih dapat dikembangkan sekitar 60 MW. PLTP Darajat, 60 km sebelah tenggara Bandung dengan kapasitas 55 MW PLTP Gunung Safak di Sukabumi, terdiri dari unit 1, 2, 3, 4, 5, 6 dengan kapasitas total 330 M1K.


PI-TP Wayang Windu di Pangalengan dengan kapasitas 110 MW. Pemanfaatan energi panas bumi memang tidak mudah. Energi panas bumi yang umumnya berada di kedalaman 1.000-2.000 meter di bawah permukaan tanah sulit ditebak keberadaan dan "karakternya". Investasi untuk menggali energi panas bumi tidak sedikit karena tergolong berteknologi dan berisiko tinggi. Investasi untuk kapasitas di bawah satu MW, berkisar US$ 3.000-5.000 per kilowatt (kW). Sementara untuk kapasitas di atas satu MW, diperlukan investasi US$ 1.500-2.500 per kW. Tantangan selanjutnya adalah akibat sifat panas yang "site specific" kondisi geologis setempat. Karakter produksi dan kualitas produksi akan berbeda dari satu area ke area yang lain. Penurunan produksi yang cepat, sebagai contoh, merupakan karakter produksi yang harus ditanggung oleh pengusaha atau pengembang, ditambah kualitas produksi yang kurang baik, dapat menimbulkan banyak masalah di pembangkit. Misainya, kandungan gas yang tinggi mengakibatkan investasi lebih besar di hilir atau pembangkitnya. 

Dalam pembangkitan listrik, harga jual per kWh yang ditetapkan PLN dinilai terialu murah sehingga tak sebanding dengan biaya eksplorasi dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Dalam hat ini, PLN tidak bisa disalahkan karena tarif dasar listrik yang ditetapkan pemerintah masih di bawah harga komersial, yaitu tuluh sen dollar AS per kWh. 

Di sisi lain, adanya potensi panas bumi di suatu daerah biasanya di pegunungan dan terpencil-sering tak bisa dimanfaatkan karena kebutuhan listrik di daerah itu sedikit sehingga belum ekonomis untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan energi panas bumi tersebut.

Energi Air 
Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga air. Itu disebabkan kondisi topografi Indonesia bergunung dan berbukit serta dialiri oleh banyak sungai dan daerah daerah tertentu mempunyai danau/waduk yang cukup potensial sebagai sumber energi air. 

Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) adalah salah satu teknologi yang sudah terbukti (proven), tidak merusak lingkungan, menunjang diversifikasi energi dengan memanfaatkan energi terbarukan, menunjang program pengurangan pemanfaatan BBM, dan sebagian besar memakai kandungan lokal. 

Besar potensi energi air di Indonesia adalah 74.976 MW, sebanyak 70.776 MW ada di luar Jawa, yang sudah termanfaatkan adalah sebesar 3.105,76 MW sebagian besar berada di Pulau Jawa. 

Pembangunan setiap jenis pembangkit listrik didasarkan pada kelayakan teknis dan ekonomis dari pusat listrik serta hasil studi analisis mengenai dampak lingkungan. 

Sebagai pertimbangan adalah tersedianya sumber energi tertentu, adanya kebutuhan (permintaan) energi listrik, biaya pembangkitan rendah, serta karakteristik spesifik dari setiap jenis pembangkit untuk pendukung beban dasar (base load) atau beban puncak (peak load) 

Selain PLTA, energi mikrohidro (PLTMH) yang mempunyai kapasitas 200-5.000 kW potensinya adalah 458,75 MW, sangat layak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di daerah pedesaan di pedalaman yang terpencil ataupun pedesaan di pulau-pulau kecil dengan daerah aliran sungai yang sempit. 

Biaya investasi untuk pengembangan pembangkit listrik mikrohidro relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya investasi PLTA. Hal ini disebabkan adanya penyederhanaan standar konstruksi yang disesuaikan dengan kondisi pedesaan. 

Biaya investasi PLTMH adalah lebih kurang 2.000 dollar/kW, sedangkan biaya energi dengan kapasitas pembangkit 20 kW (rata rata yang dipakai di desa) adalah Rp 194/kWh.



Energi Biomassa/Biogas 


Biomassa merupakan sumber energi primer yang sangat potensial di Indonesia, yang dihasilkan dari kekayaan alamnya berupa vegetasi hutan tropika. Biomassa bisa diubah menjadi listrik atau panas dengan proses teknologi yang sudah mapan. Selain biomassa seperti kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan, limbah biomassa yang sangat besar jumlahnya pada saat ini juga belum dimanfaatkan dengan baik. 


Munisipal solid waste (MSW) di kota-kota besar merupakan limbah kota yang utamanya adalah berupa biomassa, menjadi masalah yang serius karena mengganggu lingkungan adalah potensi energi yang bisa dimanfaatkan dengan baik. 

Limbah biomassa padat dari sektor kehutanan, pertanian, dan perkebunan adalah limbah pertama yang paling berpotensi dibandingkan misalnya limbah limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu. Besarnya potensi limbah biomassa padat di seluruh Indonesia adalah 49.807,43 MW. 

Selain limbah biomassa padat, energi biogas bisa dihasilkan dari limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan babi juga dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan kuantitas yang berbeda-beda. Pemanfaatan energi biomassa dan biogas di seluruh Indonesia sekitar 167,7 MW yang berasal dari limbah tebu dan biogas sebesar 9,26 MW yang dihasilkan dari proses gasifikasi. 

Pada tahun 1995 Departemen Pertambangan dan Energi melaporkan dalam Rencana Umum Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan bahwa produksi etanol sebagai bahan baku tetes mencapai 35-42 juta liter per tahun. 

Jumlah itu akan mencapai 81 juta liter per tahun bila seluruh produksi tetes digunakan untuk membuat etanol. Saat ini sebagian dari produksi tetes tebu Indonesia diekspor ke luar negeri dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk keperluan industri selain etanol. Biaya investasi biomassa adalah berkisar 900 dollar/kW sampai 1.400 dollar/kW dan biaya energinya adalah Rp 75/kW-Rp 250/kW. 

a. Kelapa Sawit
Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia, dan produksi CPO tahun 2011 diperkirakan 22 juta ton, (tahun 2005 masih 13,8 juta ton) dengan potensi biomassa dari residu minyak kelapa sawit dan 350 pabrik minyak kelapa sawit dalam jumlah besar pula, dalam hal ini tandan kosong kelapa\ sawit (TKKS) sekitar 27,5 juta ton basah (1 ton TBS/Tandan Buah Segar menghasilkan 200 kg CPO, limbah TKKS 250 kg, dan limbah cair 0,5 m3). Masih ada limbah sawit lain, seperti pelepah %, cangkang 6,5 %, serat 13 %. Pemerintah melarang membakar TKKS langsung guna menghindari pencemaran udara. 

Riau sedang membangun PLT Biomassa dari pelepah sawit di Siak dan InhilKEI (PT Kreatif Energi Indonesia) membangun PLTBiogas 4 MW dari limbah cair kelapa sawit pertama di Langkat, Sumut, dengan investasi Rp.20miliar. Nurhuda (dosen Unbraw, Malang, Jatim) memanfaatkan cangkang sawit (kulit, batok sawit) sebagai bahan bakar kompor ciptaannya Biomass UB 03-1 (isi 1 kg, laju bakar 10 gr/menit selama 100 menit) yang bersistem semi-gasifikasi dengan aliran udara alami tanpa listrik sama sekali. Limbah cangkang tersedia sekitar 5% dari TBS, atau sekitar 5 juta ton/tahun dengan harga Rp300/kg di Kalimantan dan Sumatra, atau sekitar Rp1000,- di Jawa yang mampu  mencukupi bahan bakar kompor untuk 13 juta keluarga di Indonesia. BPPT dan AIST (National Institute for Advance Industrial Science and Technology) Jepang yang didukung oleh NEDO (New Energy and Industrial Technology Development Organization) bekerjasama (via MoU) meneliti, mengembangkan, dan merekayasa teknologi biomassa untuk pembangkit listrik. 

Kerjasama Pemerintah dan Finlandia diteken 14/02/2011 membuahkan dana hibah 4 juta Euro selama 3 tahun (2011-2014). Pada tahap pertama, program difokuskan kepada pemanfaatan biomassa berbasis kayu dan limbah pertanian. Propinsi Kalimantan Tengah dan Riau dipilih Finlandia mengimplementasikan program tersebut. 

Pemprov Bangka Belitung merencanakan membangun pembangkit listrik berbasis biomassa TKKS. Pasokan bahan baku TKKS dari kebun sawit seluas 80.000 Ha akan menghasilkan 20 MW. PT Ajiubaya memanfaatkan biomassa di Sampit (Kaltim) dengan kapasitas 4-6 MW. PT Boma Bisma Indra memanfaatkan gasifikasi biomassa pada mesin diesel (listrik dan mesin giling) dengan kapasitas 18 kW di beberapa daerah di Kalimantan, Sumatra, dan Sulut.


b. Pelet Kayu/Limbah Kayu
Kebutuhan dunia: 12,7 juta ton (th 2010), Indonesia baru memenuhi 40 ribu ton th 2009). Investor Korsel, hasil kerjasama Korsel-Indonesia yang diteken Indonesia 6/3/2009 di bidang wood pellet energy, PT Indoco Group membangun HTI seluas 200 ribu Ha dengan dana Rp.3 triliun guna memanfaatkan "pelet kayu" di Sulbar. Indoco group melalui PT Bara Indoco (68.015 Ha) dan PTBio Energy Indoco (21.580 Ha) sudah menanam 89.595 Ha (45%). Sebelumnya, ia telah membangun pabrik pelet kayu (berdiameter 6-10 mm dan panjang 10-30 mm, dengan energi setara 4,7 kWh/kg) di Wonosobo, Jateng dengan kapasitas 200 ribu ton/tahun yang menggunakan kayu hutan rakyat dan limbah industri gergaji, limbah tebangan dan limbah industri kayu lain. Sementara, PT Solar Park Energy (Korsel) dan Perum Perhutani mengolah limbah kayu sengon dan kaliandra di Wonosobo. Medco Energy via PT Selaras Inti Semesta membangun HTI seluas 169.400 Ha guna memproduksi 200 ribu ton chip/tahun.Limbah Jagung (+sekam padi)

Provinsi Gorontalo Mengembangkan PLBM (Biomassa) limbah jagung bekerjasama dengan LIG Ensulting Co Ltd (Korea Selatan) dengan kapasitas 12 MW. Tahun 2009, areal jagung seluas 105,479 Ha menghasilkan produksi 569.110 ton dan limbah berupa tongkol, batang, dan daun sebanyak 2,2 juta ton. Sementara, padi seluas 44.829 Ha menghasilkan limbah sekam padi 51.385 ton. PLBM tersebut membutuhkan limbah jagung dan sekam padi 350 ton/hari. Studi kelayakannya telah selesai Januari 2011.

c. Jerami+sekam padi

Per 1 Ha sawah menghasilkan kira-kira 5 ton jerami dan 1 ton sekam. Artinya, 1 MW listrik dihasilkan dari 1500 Ha sawah. Sementara, luas lahan padi Indonesia sekitar 12,87 juta Ha (th 2010) yang berarti energi listrik setidaknya 8.600 MW dapat dipetik dari jerami+sekam padi, bila panen dilaksanakan setahun sekali (panen umumnya dilaksanakan dua kali setahun).
PT Xoma Power Nusantara menggandeng pengembang listrik swasta dari Rusia (JSC PromSvyaz Automatika) dan Babcock and Brown (Australia, penyandang dana sekitar Rp.220 miliar) akan membangun PLBM dari jerami+sekam berkapasitas 10-22 MW (tergantung ketersediaan Jerami+sekam) di Serdang Bedagai (Sergai), Sumut. Kalori jerami+sekam sekitar 3.180 kalori/kg sedangkan batu bara sekitar 5.000-6.000 kalori/kg. Listrik sebesar 10 MW memerlukan 80.000 ton jerami+sekam.
PT Bioguna Sustainable Power membangun PLBM 6 MW berbahan bakar sekam padi di Gerbang Kawasan Industri Makassar, Sulsel.

Energi Samudra/Laut 
Energi samudra ada tiga macam, yaitu energi panas laut, energi pasang surut, dan energi gelombang. Di Indonesia, potensi energi samudra sangat besar karena Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dan terdiri dari laut dalam dan laut dangkal. 

Prinsip energi panas laut yaitu dengan menggunakan beda temperatur antara temperatur di permukaan laut dan temperatur di dasar laut, energi pasang surut dengan menggunakan prinsip beda ketinggian antara laut pasang terbesar dan laut surut terkecil, sedangkan energi gelombang adalah dengan menggunakan prinsip besar ketinggian gelombang dan panjang gelombang. Dengan prinsip-prinsip di atas, maka dengan menggunakan turbin akan dihasilkan energi listrik. 

Potensi energi panas laut di Indonesia bisa menghasilkan daya sekitar 240.000 MW, sedangkan untuk energi pasang surut dan energi gelombang masih sulit diprediksi karena masih banyak ragam penelitian yang belum bisa didata secara rinci. 

Ketiga energi samudra di atas di Indonesia masih belum terimplementasikan karena masih banyak faktor sehingga sampai saat ini masih taraf wacana dan penelitian penelitian. 

Biaya investasi belum bisa diketahui di Indonesia tetapi berdasarkan uji coba di beberapa negara industri maju adalah berkisar 9 sen/kWh hingga 15 sen/kWh. 

Sel Bahan Bakar ” Fuel Cell ”
Bahan baku utama sebagai sumber energi sel bahan bakar adalah gas hidrogen. Gas hidrogen dapat langsung digunakan dalam pembangkitan energi listrik dan mempunyai kerapatan energi yang tinggi. 

Beberapa alternatif bahan baku seperti methane, air laut, air tawar, dan unsur-unsur yang mengandung hidrogen dapat pula digunakan namun diperlukan sistem pemurnian sehingga menambah jumlah cost system pembangkitnya. Biaya investasi belum bisa diketahui karena masih banyak penelitian yang sangat bervariasi yang belum bisa dipakai sebagai patokan.



Sel bahan bakar (Fuel cell) tidak beroperasi pada siklus termal. Dengan demikian, mereka tidak dibatasi hukum-hukum termodinamika seperti mesin pembakaran, seperti efisiensi siklus Carnot. Namun, juga banyak yang salah mengartikan dengan mengatakan bahwa sel bahan bakar dibebaskan dari hukum termodinamika, karena sebagian besar orang berpikir termodinamika dalam hal proses pembakaran (entalpi pembentukan). Hukum termodinamika juga berlaku untuk proses kimia (energi bebas Gibbs) seperti sel bahan bakar, namun efisiensi maksimum teoritis lebih tinggi (83% efisien 298K dalam kasus hidrogen / reaksi oksigen) dari siklus Otto efisiensi termal ( 60% untuk rasio kompresi 10 dan rasio panas spesifik 1.4).



Membandingkan batas termodinamika bukanlah prediktor yang baik pada efisiensi praktis yang dicapai. Juga, jika “penggerak mekanik” adalah tujuan, output listrik dari sel bahan bakar harus masih dikonversi menjadi daya mekanik yang tentusaja menurunkan efisiensi. Dengan mengacu pada klaim diatas, klaim yang benar adalah bahwa “keterbatasan yang ditetapkan oleh hukum kedua termodinamika pada operasi sel bahan bakar jauh lebih parah daripada pembatasan yang dikenakan pada sistem konversi energi konvensional”. Akibatnya, mereka dapat memiliki efisiensi yang sangat tinggi dalam mengkonversi energi kimia menjadi energi listrik, terutama ketika mereka dioperasikan dengan kerapatan daya rendah, dan pemakaian bahan bakar hidrogen dan oksigen murni sebagai reaktan.  






Energi Nuklir 
Kebutuhan energi nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat, terutama kebutuhan energi listrik. Peningkatan tersebut sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk, dan pesatnya perkembangan sektor industri. Untuk memenuhi kebutuhan energi nasional tidak cukup hanya mengandalkan sumber energi yang ada, karena sumber energi kita sudah banyak terkuras selama beberapa tahun terakhir. 

Untuk itu, perlu mencari sumber sumber energi alternatif yang lain yang cukup potensial untuk menggantikannya, misalnya energi baru dan terbarukan. Energi nuklir adalah energi baru yang perlu dipertimbangkan karena energi ini bisa menghasilkan energi yang dalam order yang besar sampai ribuan megawatt, tetapi harus memerhatikan beberapa aspek. Aspek itu antara lain aspek keselamatan, sosial, ekonomi, teknis, sumber daya manusia, dan teknologi. 

Program energi nuklir biasanya harus melalui beberapa tahapan yang terencana dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Di samping kegiatan utama diperlukan juga kegiatan pendukung yang lain, misalnya, kegiatan penelitian/studi pengembangan teknologi nuklir, kegiatan/studi daur ulang bahan bakar nuklir, pengaturan/perizinan dalam bidang nuklir serta pendidikan dan pelatihan. Hal ini juga harus melibatkan beberapa institusi pemerintah, universitas, organisasi sosial, LSM, dan lain-lain. 

Sebetulnya sejak tahun 1972 proyek studi energi nuklir sudah dipikirkan oleh badan pemerintah yang berkompeten di bidang ini, yaitu Batan. Hanya saja masih banyak kendalanya untuk diimplementasikan. 

Berdasarkan informasi pemasok PLTN besarnya biaya modal/investasi pada tahun 1992 untuk PLTN konvensional berbagai jenis dan ukuran (600-1.000 MW) berkisar 1.530-2.200 dollar/kW. Adapun biaya pembangkit tergantung kapasitasnya, yaitu kapasitas 600 MW biayanya berkisar 55,2-61,2 mills/kWh, kapasitas 900 MW biayanya berkisar 47,4-56,4 mills/kWh. 

Dari beberapa studi, harga bahan bakar hasilnya bervariasi, NEWJEC 1992 sebesar 5,9-6,6 mills/kWh, Batan 1992 sebesar 15 mills/kWh, dan Krebs et. Al/Siemens 1993 sebesar 11,2 mills/kWh, sedangkan biaya operasi dan pemeliharaan sebesar 77 dollar/kW. 


0 comments:

Posting Komentar

ShareThis

\